Dina adalah seorang aktivis PMII yang selalu sibuk dengan agenda organisasi. Baginya, memperjuangkan keadilan sosial dan hak-hak mahasiswa adalah panggilan hidup. Di tengah kesibukan rapat dan aksi, dia bertemu Arif, seorang rekan sesama aktivis yang tenang tapi penuh pemikiran mendalam. Meski awalnya hanya saling bertukar pikiran soal isu-isu sosial, keakraban mereka perlahan tumbuh menjadi rasa yang lebih dari sekadar teman seperjuangan.
Suatu sore, setelah aksi di kampus, mereka duduk bersama di warung kopi favorit. Suasana senja yang tenang membuat percakapan mereka lebih santai. Arif, yang biasanya bicara soal isu politik, tiba-tiba membuka hati. "Dina, kau tahu? Di tengah hiruk-pikuk perjuangan ini, ada satu hal yang tak pernah bisa kuabaikan... kamu."
Dina terkejut, tak pernah menyangka kata-kata itu keluar dari Arif. Ia menatapnya, dan di detik itu, Dina merasa ada sesuatu yang berbeda. Bukan hanya rasa hormat terhadap semangat perjuangan Arif, tapi juga kekaguman yang lebih dalam. Mereka sama-sama tahu, menjadi aktivis artinya selalu menomorsatukan orang lain, tapi di sini, di antara rapat dan aksi, mereka menemukan ruang untuk saling memahami.
"Aku juga merasakan hal yang sama, Arif," jawab Dina perlahan, sambil tersenyum.
Sejak hari itu, keduanya tetap berdiri di garis depan perjuangan, tapi kini dengan hati yang saling menyatu. Bagi mereka, cinta dan perjuangan adalah dua sisi dari koin yang sama, keduanya saling melengkapi. Di setiap aksi, di setiap diskusi, mereka tahu bahwa tak hanya memperjuangkan keadilan untuk masyarakat, tapi juga menjaga satu sama lain di dalam perjalanan panjang ini.
0 Komentar